Sabtu, 15 Desember 2012

Para Pencari Kamboja



Dentang dua kali, masih hening malam ini. Aku terbangun oleh alunan Shalawat Tarhim dari alarm di sampingku. Masih enggan beranjak dari mimpi, tapi berisik suara tangisan anak kecil di rumah sebelah memaksaku mengintip dari jendela kamar. Remang terlihat sesosok ibu sedang menggendong anaknya yang ingin ikut pergi. Kemanakah mereka sepagi buta ini? Tanya hatiku pelan, sambil mengamati mereka yang mengendap berjalan.

Rasa penasaran dalam hatiku tidak juga beranjak lalu, maka ketika bertemu mereka ketika hari mulai siang aku bertanya pada mereka, kemana sepagi buta tadi. Sungguh jawaban itu membuatku berkali menghela nafas kuat-kuat, ada sesak merambat naik memenuhi hati kecil ini. Ibu itu sebelum subuh tadi menyusuri jengkal makam, mengumpulkan bunga-bunga Kamboja yang berjatuhan.


Memang, mengumpulkan bunga Kamboja sedang marak di kampung kecil ini. Kandungan kimia dalam bunga Kamboja bisa dijadikan seduhan teh atau bahan kosmetik. Ada penadah yang menerima berapapun hasil yang mereka kumpulkan tiap harinya. Untuk kemudian dikirimkan ke pabrik yang mengolah menjadi barang siap konsumsi.

Tapi memulai upaya mengejar rizki ketika yang lain masih terlelap dan enggan melawan dingin itu yang membuatku berulang-ulang menghela nafas kuat. Haruskah sedini itu memulainya? Mengabaikan rasa khawatir ada orang yang hendak berbuat jahat, tidak memperdulikan hawa dingin yang siap menusuk tulang.

Dan ya, aku tersadar, Allah mencintai orang-orang yang bekerja keras, dan meluangkan banyak waktu untuk selalu mengingatNya. Terimakasih memberiku pemahaman yang baik ini.

:) Na

Selasa, 20 November 2012

MengingatMu

segenggam ingatan ku bawa dalam gulita pagi,
bersamaan dengan kunang-kunang beranjak pulang..


segenggam ingatan erat ku ikat dalam hati,
jangan sampai tercecer pun terberai di ujung nanti..


segenggam ingatan yang selalu mengantarku menujuMu,
menuju pintu pinta sebelum habis masa..


segenggam ingatan tentang perjalanan kecilku,
menemuiMu, kekasih agung yang makin redup dalam hatiku..


robbi inni laa as aluka rodhal qodho, walakin aluthfa bihi..


Selasa, 06 November 2012

Menapak Pantai


Pada 26 Juni 2012;

senang bertemu laut,
bahagia menapak pantai,
riang bermain kecipak ombak,
semata ingin menitipkan rindu pada samudra yang bertaut..
berharap air dengan partikel padatnya menyampaikan gelisahku akanmu..

Catatan [kecil] Kehilangan


Bagai manapun hidup. 
Memang hanya cerita. 
Cerita tentang meninggalkan dengan ditinggalkan.

Meninggalkan ditinggalkan dan kehilangan; 
serupa teko yang semula penuh kemudian tertuang habis,menjadi kosong; 
seperti riuh ramai suara yang kemudian lenggang, berubah hening; 
seperti berakhirnya musim semi, 
berganti gugur;  
seperti musim hujan yang berhenti, 
tinggal kering.

Kehilangan selalu menyisakan kosong, hening, 
kekeringan di segenap hati. 
Mungkin itu kenapa orang yang kehilangan ingin ikut serta menghilang, 
orang yang ditinggalkan ingin ikut meninggal. 
Hati mungkin telah kosong, tapi airmata seakan penuh; bergulir. 
Pun kenangan hari kemaren berkelindan, 
menyerupai medusa di kepala, 
enggan beranjak pergi justru terpatri..


Haruskah aku ikut menghilang, 
beranjak pergi..

Sabtu, 03 November 2012

Lenggang


Cinta datang tanpa alasan,
karena hanya rasa yang memaksa hati tercerabut dari tahtanya 
untuk rela jatuh dan mendekat pada sukma lain..

-menikmati bayang paralaksmu, dalam lenggang heningku-

‎-bondo, loro, pati (kekayaan, sakit, ajal)-

Pagi ini bercakap dengan bapak Sopir Angkot, beliau bercerita banyak, tentang aturan hidup orang Jawa dalam penentuan hari tanggal (dalam melakukan apapun) sampai aturan perjodohan. 
Juga tentang “bondo, loro, pati”, kata beliau; orang hidup, dari kecil disekolahkan, diberi banyak pelajaran, salah satu tujuannya untuk mencari kekayaan (baik kekayaan materi maupun yang immateri). 
Dalam pencarian kekayaan itu, tentu kita akan merasakan loro (sakit), maka kekayaan materilah yang dipakai untuk berobat, maka kekayaan immaterilah yang digunakan untuk menyembuhkan. 
Sampai pati (ajal) yang merupakan kepastian bagi yang hidup itu datang, tidak bisa lagi ditawar, semua harus ditinggalkan. 
‘Leres mboten, Mbak?’, tanyanya. 
Aku tersenyum, ‘terimakasih kuliah paginya, Pak’, sahutku. 
Beliau tertawa.

Jumat, 02 November 2012

Kupu Nila; Bait Dilema

kupu-kupu bersayap nila terperangkap di kaca pagi ini,
dalam bening mencari celah,
indah dunia lebih terasa disana,
diantara angin semilir bertiup..
dan bebungaan tak lagi kuncup..

kupu-kupu bersayap nila tak henti mengepak,
menyusur tepi hingga sudut,
ada nektar bermekaran diluar benda bening ini..
didepan situ,
yang terlihat dekat tapi begitu jauh..

kupu bersayap nila luruh di dasar jendela,
tertunduk lesu,
benda ini bening tapi aku buram..

*paradoks dalam dilema


Ruam Luka Dunia



Ruam ini 
bukanlah apa sayang, 
esok lusa hilang bekasnya..

Sudahlah, 
reda mereda hujan melalui gerimis..
pun luka ini akan pulih, 
kembali manis..

Sabarlah, 
bukankah kau telah berkali belajar meramu penawarnya..
menanggung ketidakbaikan dunia 
dengan sungging senyummu..
hingga semua wajar berlalu..


......


Baiklah, 
aku akan menatap heningmu dari sini, 
dengan jeda agar mudah terbaca..

Kelambu Merah Jambu




Demi waktu 
yang berhitung cepat,
ijinkan ku 
menggenggam erat harap tersemat..

Demi senja 
yang beranjak petang,
ijinkan ku membawamu pulang,

Demi malam 
yang memeluk hitam,
ijinkan ku 
membuang segala kelam..

Demi bulan 
jingga temaram,
ijinkanku memilin 
do'a pada arsy peraduan..


MemandangMu (mu) dibalik kelambu merah jambu

Kotak Hati



Ada kotak berukir Jepara di hatiku,
jembar..
karna aku butuh menampung ribuan rindu untukmu, 
pun sering aku menularkan 
pada apa-apa di dekatku;

Pada melati,
yang ku semai di samping rumah,
melihat putihnya,
menguntai doa; 
semoga kita menghirup wanginya yang sederhana bersama..

Pada setapak yang sering aku lalui,
melenggang,
kembali menebar harap,
ada kamu tersenyum menjajari langkahku..

Pada Jalak yg tiap pagi tanpa malu-malu menyapaku,
merdu kicaunya ingin kelak ku perdengarkan padamu..

Pada lipatan-lipatan awan biru yang kerap membuatku mampu menengadah,
menyimpan kemilaunya di mataku,
terpejam,
menelesapkan damai jauh dalam jiwaku..
aku menitipkan rindu.

Pada kotak kecil ini, 
celah hati,
diam-diam menuang buncah rinduku,
yang selalu padamu..

Sungguh aku tidak sedang merayumu..
aku hanya meramu penawar rindu akan hadirmu.
Ahhh kalimat-kalimat ini terlalu malu ku sampaikan padamu, 
biar waktu menunjukkannya,
bila masih tersisa untuk kita..

Dilema Senja



Lipatan sepi; 

angin enggan bergurau dengan dahan, 
malas menilisik ranting..
Terik siang tak kunjung berlalu, 
aku yang memuja senja sedang menahan rindu..
bertemu temaram, 
berkisah pada malam..

Aku harus berjalan ke timur,
 mendapati senja datang lebih dulu, 
menikmati bayang mengejar langkahku..
Lihat, di timur sana lebih teduh lebih senja..

Aku tergesa,
terbayang lekas ingin riang bercerita, 
pada gelap, 
pada tabur bintang, 
juga pada kunang.

Tapi, aku ingin menyongsong malam atau agar lebih cepat bertemu pagi?

Na' -dilema-

Rabu, 31 Oktober 2012

April wish, Surat kepada Tuhan


Sayup terdengar lirihku
Bawa malam dalam terang
Sempatkan ragu terucap
Kala terbang ku tak berpijak
 
                Buka mata ku tlah tiada
                Pada semunya rindu
                Genggam erat diriku
                Temaniku..temaniku
 
Inikah dunia yang berada dirangkulku
Inikah maknaku terenggut putaran waktu
 
Akankah semua terhenti
Jadikan duniaku abadi
Akhiri ritme tak pasti
Kesunyianku, kerinduanku
(Lirih, hegemonic)
 
April wish, Surat kepada Tuhan

Tuhan maaf, bila isi surat ini akan banyak sekali pertanyaan kepada Mu
 
Tuhan, aku hamba yang dhoif, sebutir debu pada semestaMu, aku tiada arti, tapi air mata ini ingin segera diusap,

Tuhan, maaf jika aku belum juga mengerti apa arti semua ini, maaf jika aku terus bertanya akan kemana muara dari gerimis ini,,

Tuhan, kenapa ketika aku mencintai seseorang, sempurna menerima keadaannya apa adanya, Engkau selalu memisahkan kami?

Engkau pasti tahu, bagaimana malam-malam aku selalu berbicara kepadaMu tentang lelaki yang 4 tahun mengisi hatiku, lekat memenuhi semesta harapku, tentang kejora yang selalu menghadirkan letup semangat didiriku, Engkau pasti tahu.. di pagiku membuka mata, diantara rasa syukur atas kesempatan hidup yang Engkau berikan, aku berharap Engkau menjaganya disana.. disetiap langkah kakiku, diantara ingatku kepadaMu, aku menyelipkan doaku untuknya, sayangi dia, Tuhan..

Tapi semuanya berakhir, Tuhan..tanpa maksud untuk menyerah, kenyataanya kita menyerah,tanpa keinginan mengakhiri dengan cara seperti ini, tapi semuanya berakhir, pun harap dalam hatiku tidak pernah meredup, kejora itu masih tetap bersinar, lirih.. ini pasti caraMu mengajari kami untuk ikhlas, untuk lebih dan lebih bersabar lagi,

Aku berangsur menerimanya, Tuhan.. meski setelah 6 bulan sesalnya masih kukuh enggan berdamai dengan hati.. sesal telah melukainya, melukaiku.. tapi sepertinya ga ada celah lagi buatku, segalanya tertutup, itu yang harus aku terima, sebesar apapun harapku berpijar.

Dan, Engkau menghadirkannya Tuhan, sosok yang membuatku nyaman bersemayam dihatinya, lelaki dengan banyak kekurangan tapi aku dengan ringan menerimanya, bahkan sangat2 mencintainya.. Engkau pasti juga ingat, suatu malam aku berdendang God, I’m in deep love, atau malam-malam aku berdoa jangan pernah pisahkan kami, Tuhan.. aku merasa ini jawaban dari doaku, sosok baik itu, kesabarannya menerima manjaku, menerimaku yang biasa-biasa saja. seadanya..

Aku dan dia setiap hari merencanakan kehidupan yang baik dimasa depan, melambungkan harapan-harapan indah di hadapanMu, bertutur penuh haru semoga do’a kita berpelukan hingga Engkau mengabulkan. Kami meminta waktu kepada Mu, memohon RidhoMu,RizkiMu,dan segala hal baik lainnya.. Engkau pasti juga tahu, kami ingin melabuhkan bahtera di Jogja, memulai lagi hidup penuh canda..ahhh bahasa apa yang tidak saling kami pahami, meski usia terpaut belasan.

Tapi Engkau jauh lebih mencintainya, Tuhan.. Engkau memanggilnya tanpa memberikan pertanda apapun padaku, bahkan malam itu kita masih bercengkrama, Engkau menginginkannya untuk berada disisiMu selamanya.. Allah, Engkau pasti tahu kosongnya hatiku saat menerima kabar itu, tulangku terasa luruh, aku hampir tak berdaya, Laa Haula Wala Quata illa Billah..sekali lagi kuatkan aku ya Allah, ku Mohon angkatlah duka dan sedih dari hatiku..lagi lagi aku harus belajar ikhlas ikhlas ikhlas juga bersabar.

Hampir 50 hari berlalu, waktu berjalan kian lambat, kenapa Tuhan? apa yang ingin Engkau ajarkan kepadaku? Kenapa bebal sekali hati dan fikiranku mencernanya? Aku ingin marah, tapi apa yang bisa ku perbuat dengan amarahku? Ini murni antara aku dan Kau, Tuhan.. ini murni seorang hamba yang mencari hikmah dalam gelap malamMu, agar tidak putus asa aku dari rahmat Mu..

Tuhan, aku merajuk…selalu tidak sabaran, kenapa Kau tidak membawaku serta bersamanya, merasakan damai disisiMu? Kenapa Kau masih memisahkan hati yang ingin menggenapkan dienMu?

Tuhan, aku galau, peluk aku,, rengkuh aku erat, biar hati ini terasa hangat, bukan sepi dan menggigil lagi..
Tuhan, titahMu, titahMu, titahMu yang berlaku, Subhanaka inni kuntu minna dholimin

na' -pada suatu April-

Selasa, 30 Oktober 2012

Untuk Esok yang Lebih Baik




Bapak setengah tua, terbangun pagi-pagi, bergegas ke ladang. Menyiapkan lahan. Menanam jagung, kacang. Menyiang rumput. Merawat. Berharap panen segera tiba. Membawa buncah bahagia.

Ibu-ibu tua, pagi-pagi sekali menyudahi mimpi. Menyiapkan makanan untuk keluarga. Membawa sedikit bekal. Pergi ke sawah tetangga. Si tetangga memintanya menanam pagi hari ini. Penuh keringat Ia bekerja. Sepetak ini, sepetak itu, harus selesai sebelum waktu Dhuhur tiba.

Seorang anak muda, terbangun dari tidur saat matahari beranjak naik sepenggalah, terburu mengejar waktu. Dia harus sekolah. Mendapat tambahan bekal, untuk esok, lusa dan seterusnya, dan seterusnya.

Lelaki tua, sepagi buta mengayuh becak ke pangkalan dekat stasiun. Ikut berdesakan menunggu kereta tiba, penumpang datang, rejeki menyapa.

Seorang ibu tengah malam terbangun, membuat adonan. Menggoreng, mengukus makanan kecil-kecil. Saat mentari bersinar, Dia menjadi orang pertama yang berlenggang di jalanan, menjajakan makanan.

Mereka, contoh kecil dari harapan yang tidak pernah padam. Hari esok yang lebih baik, lusa yang disuguhi senyum mengembang. Esok, lapar segera tersusul kenyang. Esok, mimpi berbaur dengan kenyataan.

Mereka sadar Allah telah mengatur segala rizki makhluk-Nya di dunia ini, dan manusia harus berusaha sebaik-baiknya, sebijak-bijaknya.

Kita hidup dengan mereka, jika tidak bias membantunya, cukup dengan jangan menyusahkannya.

Minggu, 21 Oktober 2012

Simbah; Kenangku Pada Tuturmu


Libur kuliah selalu menggembirakan, pun untukku, yang selalu rindu kembali ke rumah sederhana kami. Rumah dusun di pinggiran sawah yang sejuk, yang menawarkan aroma alam tanpa biaya mahal, kerap membawa rindu hanya dengan membayangkannya saja.

Liburan selalu penuh dengan kunjungku ke tempat simbah, tak jauh, hanya 500m jaraknya dari rumah kami, cukup berjalan kaki, atau mengayuh sepeda kecil sembari menikmati suara burung yang tiada lelah berkicau merdu.

Simbah, sosok yang hingga kini masih hangat tersimpan di hati kami. Simbah yang sederhana nan bersahaja, yang tidak banyak pinta, yang tak sekalipun menggurat amarah di wajahnya. Simbah yang selalu baik pada semua cucunya, tak kenal beda.

Pada kunjung setiap pagiku mengantar makanan untuk simbah, sering diakhiri dengan percakapan yang selalu lama, selalu asyik saling bercerita. Cerita masa muda beliau dituturkan dengan pelan, tapi tidak mengurangi kesan semangat beliau saat itu. Bukan cerita muluk, beliau kerap berkisah setiap pagi berjalan jauh ke pasar, menggendong sekeranjang sayuran, kanan kiri membawa tas belanjaan berisi jagung atau kelapa, hasil bumi di sekitar rumah, lagi-lagi untuk di jual. “Hasilnya tidak banyak, Nduk, Alhamdulillah cukup buat makan sehari-hari”, kenangnya.

Ada 10 anak yang Simbah punya, Bapakku, dan kakak adiknya. Semua itu tidak lantas membuat Simbah berkeluh, meski penuh peluh. Tidak lantas Simbah mengadu resah pada rizki yang seadanya. Simbah terus berupaya, berladang, berdagang, semata agar roda kehidupan anak-anaknya terus berputar.

Simbahku; kebersahajaanmu ingin aku tiru, menerapkan pada tiap laku.

Semoga Simbah selalu tersenyum di sisi-Nya, gurat senyum yang masih kurasa teduhnya saat memejam mata.

Al-fatihah…

Na’