Rabu, 31 Oktober 2012

April wish, Surat kepada Tuhan


Sayup terdengar lirihku
Bawa malam dalam terang
Sempatkan ragu terucap
Kala terbang ku tak berpijak
 
                Buka mata ku tlah tiada
                Pada semunya rindu
                Genggam erat diriku
                Temaniku..temaniku
 
Inikah dunia yang berada dirangkulku
Inikah maknaku terenggut putaran waktu
 
Akankah semua terhenti
Jadikan duniaku abadi
Akhiri ritme tak pasti
Kesunyianku, kerinduanku
(Lirih, hegemonic)
 
April wish, Surat kepada Tuhan

Tuhan maaf, bila isi surat ini akan banyak sekali pertanyaan kepada Mu
 
Tuhan, aku hamba yang dhoif, sebutir debu pada semestaMu, aku tiada arti, tapi air mata ini ingin segera diusap,

Tuhan, maaf jika aku belum juga mengerti apa arti semua ini, maaf jika aku terus bertanya akan kemana muara dari gerimis ini,,

Tuhan, kenapa ketika aku mencintai seseorang, sempurna menerima keadaannya apa adanya, Engkau selalu memisahkan kami?

Engkau pasti tahu, bagaimana malam-malam aku selalu berbicara kepadaMu tentang lelaki yang 4 tahun mengisi hatiku, lekat memenuhi semesta harapku, tentang kejora yang selalu menghadirkan letup semangat didiriku, Engkau pasti tahu.. di pagiku membuka mata, diantara rasa syukur atas kesempatan hidup yang Engkau berikan, aku berharap Engkau menjaganya disana.. disetiap langkah kakiku, diantara ingatku kepadaMu, aku menyelipkan doaku untuknya, sayangi dia, Tuhan..

Tapi semuanya berakhir, Tuhan..tanpa maksud untuk menyerah, kenyataanya kita menyerah,tanpa keinginan mengakhiri dengan cara seperti ini, tapi semuanya berakhir, pun harap dalam hatiku tidak pernah meredup, kejora itu masih tetap bersinar, lirih.. ini pasti caraMu mengajari kami untuk ikhlas, untuk lebih dan lebih bersabar lagi,

Aku berangsur menerimanya, Tuhan.. meski setelah 6 bulan sesalnya masih kukuh enggan berdamai dengan hati.. sesal telah melukainya, melukaiku.. tapi sepertinya ga ada celah lagi buatku, segalanya tertutup, itu yang harus aku terima, sebesar apapun harapku berpijar.

Dan, Engkau menghadirkannya Tuhan, sosok yang membuatku nyaman bersemayam dihatinya, lelaki dengan banyak kekurangan tapi aku dengan ringan menerimanya, bahkan sangat2 mencintainya.. Engkau pasti juga ingat, suatu malam aku berdendang God, I’m in deep love, atau malam-malam aku berdoa jangan pernah pisahkan kami, Tuhan.. aku merasa ini jawaban dari doaku, sosok baik itu, kesabarannya menerima manjaku, menerimaku yang biasa-biasa saja. seadanya..

Aku dan dia setiap hari merencanakan kehidupan yang baik dimasa depan, melambungkan harapan-harapan indah di hadapanMu, bertutur penuh haru semoga do’a kita berpelukan hingga Engkau mengabulkan. Kami meminta waktu kepada Mu, memohon RidhoMu,RizkiMu,dan segala hal baik lainnya.. Engkau pasti juga tahu, kami ingin melabuhkan bahtera di Jogja, memulai lagi hidup penuh canda..ahhh bahasa apa yang tidak saling kami pahami, meski usia terpaut belasan.

Tapi Engkau jauh lebih mencintainya, Tuhan.. Engkau memanggilnya tanpa memberikan pertanda apapun padaku, bahkan malam itu kita masih bercengkrama, Engkau menginginkannya untuk berada disisiMu selamanya.. Allah, Engkau pasti tahu kosongnya hatiku saat menerima kabar itu, tulangku terasa luruh, aku hampir tak berdaya, Laa Haula Wala Quata illa Billah..sekali lagi kuatkan aku ya Allah, ku Mohon angkatlah duka dan sedih dari hatiku..lagi lagi aku harus belajar ikhlas ikhlas ikhlas juga bersabar.

Hampir 50 hari berlalu, waktu berjalan kian lambat, kenapa Tuhan? apa yang ingin Engkau ajarkan kepadaku? Kenapa bebal sekali hati dan fikiranku mencernanya? Aku ingin marah, tapi apa yang bisa ku perbuat dengan amarahku? Ini murni antara aku dan Kau, Tuhan.. ini murni seorang hamba yang mencari hikmah dalam gelap malamMu, agar tidak putus asa aku dari rahmat Mu..

Tuhan, aku merajuk…selalu tidak sabaran, kenapa Kau tidak membawaku serta bersamanya, merasakan damai disisiMu? Kenapa Kau masih memisahkan hati yang ingin menggenapkan dienMu?

Tuhan, aku galau, peluk aku,, rengkuh aku erat, biar hati ini terasa hangat, bukan sepi dan menggigil lagi..
Tuhan, titahMu, titahMu, titahMu yang berlaku, Subhanaka inni kuntu minna dholimin

na' -pada suatu April-

Selasa, 30 Oktober 2012

Untuk Esok yang Lebih Baik




Bapak setengah tua, terbangun pagi-pagi, bergegas ke ladang. Menyiapkan lahan. Menanam jagung, kacang. Menyiang rumput. Merawat. Berharap panen segera tiba. Membawa buncah bahagia.

Ibu-ibu tua, pagi-pagi sekali menyudahi mimpi. Menyiapkan makanan untuk keluarga. Membawa sedikit bekal. Pergi ke sawah tetangga. Si tetangga memintanya menanam pagi hari ini. Penuh keringat Ia bekerja. Sepetak ini, sepetak itu, harus selesai sebelum waktu Dhuhur tiba.

Seorang anak muda, terbangun dari tidur saat matahari beranjak naik sepenggalah, terburu mengejar waktu. Dia harus sekolah. Mendapat tambahan bekal, untuk esok, lusa dan seterusnya, dan seterusnya.

Lelaki tua, sepagi buta mengayuh becak ke pangkalan dekat stasiun. Ikut berdesakan menunggu kereta tiba, penumpang datang, rejeki menyapa.

Seorang ibu tengah malam terbangun, membuat adonan. Menggoreng, mengukus makanan kecil-kecil. Saat mentari bersinar, Dia menjadi orang pertama yang berlenggang di jalanan, menjajakan makanan.

Mereka, contoh kecil dari harapan yang tidak pernah padam. Hari esok yang lebih baik, lusa yang disuguhi senyum mengembang. Esok, lapar segera tersusul kenyang. Esok, mimpi berbaur dengan kenyataan.

Mereka sadar Allah telah mengatur segala rizki makhluk-Nya di dunia ini, dan manusia harus berusaha sebaik-baiknya, sebijak-bijaknya.

Kita hidup dengan mereka, jika tidak bias membantunya, cukup dengan jangan menyusahkannya.

Minggu, 21 Oktober 2012

Simbah; Kenangku Pada Tuturmu


Libur kuliah selalu menggembirakan, pun untukku, yang selalu rindu kembali ke rumah sederhana kami. Rumah dusun di pinggiran sawah yang sejuk, yang menawarkan aroma alam tanpa biaya mahal, kerap membawa rindu hanya dengan membayangkannya saja.

Liburan selalu penuh dengan kunjungku ke tempat simbah, tak jauh, hanya 500m jaraknya dari rumah kami, cukup berjalan kaki, atau mengayuh sepeda kecil sembari menikmati suara burung yang tiada lelah berkicau merdu.

Simbah, sosok yang hingga kini masih hangat tersimpan di hati kami. Simbah yang sederhana nan bersahaja, yang tidak banyak pinta, yang tak sekalipun menggurat amarah di wajahnya. Simbah yang selalu baik pada semua cucunya, tak kenal beda.

Pada kunjung setiap pagiku mengantar makanan untuk simbah, sering diakhiri dengan percakapan yang selalu lama, selalu asyik saling bercerita. Cerita masa muda beliau dituturkan dengan pelan, tapi tidak mengurangi kesan semangat beliau saat itu. Bukan cerita muluk, beliau kerap berkisah setiap pagi berjalan jauh ke pasar, menggendong sekeranjang sayuran, kanan kiri membawa tas belanjaan berisi jagung atau kelapa, hasil bumi di sekitar rumah, lagi-lagi untuk di jual. “Hasilnya tidak banyak, Nduk, Alhamdulillah cukup buat makan sehari-hari”, kenangnya.

Ada 10 anak yang Simbah punya, Bapakku, dan kakak adiknya. Semua itu tidak lantas membuat Simbah berkeluh, meski penuh peluh. Tidak lantas Simbah mengadu resah pada rizki yang seadanya. Simbah terus berupaya, berladang, berdagang, semata agar roda kehidupan anak-anaknya terus berputar.

Simbahku; kebersahajaanmu ingin aku tiru, menerapkan pada tiap laku.

Semoga Simbah selalu tersenyum di sisi-Nya, gurat senyum yang masih kurasa teduhnya saat memejam mata.

Al-fatihah…

Na’

Senin, 15 Oktober 2012

Kata Pulang Selalu Istimewa


                Waktu terus berhitung, cepat-cepat, lambat-lambat, itu ukuran manusia. Tapi bagimu, waktu selalu lambat. Di kalender meja kau melingkari tanggal itu, 1 Januari. Di kalender handphone kau menandai tanggal yang sama. “Masih sekian bulan” desahmu. Masih harus lebih lama menahan.

                Pada tanggal itu, kau berencana pulang, setelah sekian tahun kata ‘pulang’ menggantung tinggi-tinggi di langit ruangmu. Kata ‘pulang’ selalu istimewa bagimu, seperti dia yang begitu istimewa menunggumu. Seperti istimewanya udara hangat di kota kelahiranmu.

                Kau masih menghitung, mengamati kalender di depanmu. “1, 2, 3 ahh ratusan hari lagi”, gumammu. Dahimu berkerut, tapi lengkung senyummu tak bias kau sembunyikan dari bibirmu, senyum yang resah, senyum yang cemas, senyum penuh rindu.

                “Tidak boleh terlewat lagi”, katamu. Setelah setiap akhir tahun berulang-ulang jadwal cutimu selalu dipenuhi lembur kerja, seakan tiada habisnya.

Ribuan hari berlalu, nyala harapmu tidak pernah meredup.

“Pulanglah”, kataku. Pulangmu menujuku akan menjadi istimewa, seperti dirimu, kukuh di puncak tertinggi hatiku, selalu. Na' :-)

Merindumu

merindumu;
menyerupakan apa-apa pada bayangmu,
menggenapi jiwa separuhku tanpa hadirmu

merindumu;
bercakap pada segala waktu
menghadirkan engkau di sisiku

merindumu;
kerap menjadi ngilu,
kemudian perih,
dan aku hanya mampu memilin do'a,
mengetuk arsy-Nya
terjagalah engkau,
terpeliharalah kebaikanmu, selalu..

;) na'

Sesempurna Pintaku

ada batas demarkasi yang tak bisa ku tempuhi
hanya memandangi
ada bujur lurus menjadi jarak
menggiring diri, menjejak

sebelum nadzir luruh terjatuh
sebelum senja semakin saga
sebelum sauh terlempar jauh
aku ingin berlari meronta
menyempurnakan pinta

karena pagi ini sebuah bayang kembali menjelma tawa
aku tidak mengaduh
hanya tak ingin air mata lagi lagi berpeluh

:) na'