Rabu, 15 Mei 2013

Hikmah

Masjid Jami' at Taubah terdapat di kota Damaskus memiliki cerita menarik. Dipimpin oleh seorang Syaikh yang alim lagi zuhud, masjid ini semakin diliputi keberkahan.

Di masjid ini, tinggallah pemuda dalam sebuah kamar. Sudah dua hari dia tidak makan. Di hari ketiga, laparnya tidak lagi bisa tertahankan. Dia mengira dalam keadaan sangat lapar maka makan bangkai atau mencuri makanan untuk sekedar menghilangkan lapar diperbolehkan dalam agama.

Terbesitlah dalam pikirannya untuk mengambil makanan dari rumah warga di sekitar masjid. Dia lalu mengendap di halaman dapur sebuah rumah. Pemuda ini mengintip ke dalam rumah, melihat seorang perempuan, ia palingkan wajah karena takut kepada Allah. Setelah wanita itu berlalu, pemuda mencium aroma makanan dari dapur tersebut. Pelan dia memasuki dapur, dia buka tudung panci, didapatinya terung hangat baru saja dimasak. Si pemuda lalu memakan terung itu. Setelah menggigit dan mengunyahnya, ia teringat bahwa perbuatannya itu tidak benar. Bergegas ia mengembalikan terung, dan kembali ke masjid tempatnya tinggal.

Setiba di masjid, pengajian telah dimulai. Si pemuda mendengarkan ceramah Syaikh dengan keadaan lapar, ia pun mengantuk, dan tertidur.

Sementara majelis pun usai, jama'ah pengajian sudah pulang. Datanglah perempuan dengan hijab di wajahnya. Kepada Syaikh pemimpin masjid, perempuan tersebut menyampaikan maksudnya. Ia sedang mencari lelaki yang mau menikahinya, sedangkan statusnya janda ditinggal mati suaminya. Ia tinggal dengan pamannya. Perempuan tersebut pendatang di kota Damaskus ini dan memiliki harta warisan suaminya.

Mendengar penuturannya, Syaikh berniat menjodohkan perempuan itu dengan pemuda yang tinggal di masjid. Syaikh kemudian memanggilnya, dan menanyakan kesediaannya. Si pemuda bersedia, tapi dia sangat malu sebab tidak memiliki uang sepeserpun, bagaimana mungkin bisa menikah?

Lalu Syaikh menceritakan tentang perempuan tadi. Si pemuda menyatakan kesediaannya. Syaikh pun menanyakan kesediaan pada perempuan. Ia pun menyetujuinya. Tidak membuang waktu lagi akad nikah pun dilaksanakan, dihadiri dua orang saksi, Syaikh membayarkan mahar untuk muridnya ini. Setelah resmi menikah, Syaikh meminta mereka pulang.

Sesampai di rumah, istrinya membuka hijab wajahnya, tampaklah kecantikan dan keelokan parasnya. Si suami baru saja menyadari kalau rumah istrinya adalah rumah yang telah ia masuki tanpa ijin. Istrinya menawari makanan, ia pun mengiyakan. Si istri memasuki dapur dan mengambil terung yang telah ia masak. Terkejut dia mendapati terung itu sudah tergigit. Terung itu pun ia berikan pada suaminya, dengan menceritakan keanehan yang terjadi. Suaminya menangis, mengakui perbuatannya. Istrinya menyahut, "Ini adalah buah dari sifat amanah, kau jaga kehormatanmu, dan kau tinggalkan terung haram. Allah menggantinya dengan rumah beserta penghuninya.."

Diambil dari Majalah Mimbar

Jumat, 19 April 2013

Dewi Limaran dan Joko Lintang (Kisah Daerahku ^^)


              
Dahulu kala di sebuah desa hiduplah keluarga miskin. Mereka mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, bernama Limaran. Karena kecantikannya, orang-orang menyebutnya dengan nama Dewi Limaran.
               Ketika usianya telah dewasa,  banyak pemuda tampan yang datang ke rumah orang tua Dewi Limaran untuk melamar. Akan tetapi, tak seorang pun yang diterima lamarannya. Dia masih senang hidup bersama keluarganya.
Suatu hari, datanglah seorang raja sakti mandraguna dari Kerajaan Gagarmayang untuk melamar Dewi Limarana. Lamaran sang Raja pun ditolaknya dengan sopan dan halus. Sang Raja menjadi marah dan murka. Dengan kesaktiannya, Dewi Limaran dikutuk menjadi seekor rusa betina. Ia dilarang, dihalau dan diusir ke tengah hutan. Namanya hutan Ngrayudan.
Ia dapat menjelma menjadi manusia lagi setelah melaksanakan ulah tirakat tapa ngrame, yaitu berbuat baik sebanyak-banyaknya kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan.
Alkisah, setiba di tengah hutan Ngrayudan, betapa kagetnya Dewi Limaran mendengar tangisan bayi. Dewi Limaran bergegas mendekati suara bayi itu. “Aduh, bayi siapa yang dibuang di hutan belantara seperti ini?” pikir Dewi Limaran.
“Aku harus menolong bayi ini. Bayi ini kuberinama Joko Lintang, karena sorot matanya yang tajam berkilau bagaikan bintang di malam hari.” Kata Dewi Limaran.
Dia melindungi Joko Lintang dengan senjata sakti yang terdapat di kuku kanannya. Senjata itu berupa kilatan api yang dapat membakar siapa saja yang hendak berbuat jahat kepada Joko Lintang.
Suatu hari ada seekor harimau yang akan memangsa Joko Lintang, namun sebelum niat jahatnya itu terlaksana, harimau telah mati terkapar terkena kilatan api senjata Dewi Limaran. Sejak itu, Dewi Limaran menjadi penguasa di wilayah hutan Ngrayudan.
Waktu terus berputar, ketika itu usia Joko Lintang genap 10 tahun. Ia menjadi anak yang baik hati, seluruh binatang yang ada di hutan disayanginya.
“Joko Lintang, tubuhku sudah lemah. Oleh sebab itu aku hendak mewariskan ilmu pokok kebahagiaan dan kearifan kepadamu. Terimalah peninggalan ini sebagai bekal hidupmu kelak”. Kata Dewi Limaran.
“terimakasih Ibu, semua pesan Ibu hendak aku lakukan dengan senang hati”, ujar Joko Lintang.
Pada suatu hari, datanglah rombongan bangsawan dari suatu kerajaan ke dalam hutan untuk berburu. Kala itu, Joko Lintang sedang berada jauh dari Ibunya. Derap langkah mereka berkelisik menerobos alang-alang kering. Mata mereka tertuju ke sela-sela semak belukar. “Benar” kata mereka berbisik pelan.
“Sssttttt....! Ada seekor rusa di balik semak itu!”
Diantara mereka ada yang telah siap membidik dengan busur dan anak panah di tangan.
“Plashh....!” suara anak panah itu melesat dari busurnya, tepat mengenal jantung rusa. Rusa itu mati seketika. Mereka cepat-cepat berlari mendekati binatang itu. Saat tiba disana, mereka melihat seorang anak laki-laki menangisi kematian rusa itu. Mereka merasa heran.
“Ibuuu....! Ibuu....! mengapa Ibu tega meninggalkan aku? Kata Joko Lintang.
“Hai anak muda, mengapa engkau menyebut rusa itu dengan sebutan Ibu?” kata pemburu itu.
“Dia ibuku..!!” kata Joko Lintang. Mendengar jawaban itu, mereka semakin bingung. Kemudian Joko Lintang bercerita bahwa rusa itulah yang memeliharan dan melindungi dirinya sampai besar.
Rombongan Raja itu akhirnya minta maaf kepada Joko Lintang. Bersamaan dengan peristiwa itu, tiba-tiba turunlah hujan lebat disertai kilat dan halilintar serta angin ribut yang dahsyat. Mereka ketakutan sekali. kemudian terdengarlah suara seorang perempuan dengan nyaringnya.
“Joko Lintang, waktukku untuk menjalani tapa ngrame telah selesai. Kuburlah tubuh rusa itu layaknya seorang pahlawan yang gugur di medan laga. Siapa saja yang mendengar suaraku ini, ingat-ingatlah jangan sekali-kali membunuh rusa di hutan Ngrayudan ini. Kelak jika hutan ini telah menjadi sebuah desa, berilah nama desa Ngrayudan. Jangan ada seorangpun di desa Ngrayudan yang membunyikan lesung maupun kentongan sebagai tanda untuk mengenang saat aku menjadi seekor rusa betina. siapa yang melanggar atau mengabaikan pesanku ini, kelak akan turun bala berupa hujan deras disertai kilat, halilintar dan angin ribut yang dahsyat. Kecuali bagi mereka yang telah disempurnakan do’anya”. sambung suara gaib itu, yang tak lain adalah suara Dewi Limaran.

Jumat, 12 April 2013

Lidah & Hati

suatu hari Lukman, seorang khadim, dipanggil majikannya. dia diminta untuk menyembelih seekor domba. cekatan dia memenuhi permintaan sang majikan. ketika dia melaporkan telah menyembelih domba, sang majikan memintanya mengambil dua bagian daging yang paling enak. bergegas Lukman membawakan hati dan lidah domba untuk sang majikan.

majikan bertanya, adakah yang lebih enak ketimbang lidah dan hati ini? Lukman menjawab, tidak ada.

keesokan harinya, sang majikan kembali meminta Lukman untuk menyembelih seekor domba, dan memintanya membuang bagian daging yang paling tidak enak. Lukman segera membuang lidah dan hati domba yang baru saja disembelihnya.

sang majikan tertegun aneh melihatnya, dia tidak tahan dan bertanya; "kemarin aku memintamu membawakan daging yang paling enak, engkau membawakan lidah dan hati. hari ini aku memintamu membuang bagian daging yang paling tidak enak, engkau juga membuang lidah dan hati. apa alasanmu?"

dengan santunnya Lukman menjawab; "Tuan, tidak ada daging yang paling enak dan paling baik selain lidah dan hati, tentu jika keduanya baik. tapi..kalau keduanya tidak baik, tidak ada daging yang paling tidak enak selain lidah dan hati"

:')

*penggalan kisah dalam 'Surat Dahlan'

Rabu, 10 April 2013

"Mburu Uceng Kelangan Deleg"


Sekalimat diatas (setelah tahu maksudnya, hehe) mengingatkanku pada sebuah cerita yang sore kemarin aku bagi pada anakku. sebuah cerita tentang Monyet ^^

alkisah, suatu sore seekor monyet merasa sangat lapar setelah seharian penuh bergelayutan dari pohon ke pohon, mengitari hutan, tapi tidak juga menemukan makanan. sang monyet yang lunglai memutuskan bergerak menuju perbatasan hutan, menuju perkampungan yang ada di dekat hutan..
sesampai di rumah penduduk, si monyet menemukan kacang polong di kebun halaman belakang. karena khawatir ketahuan, si monyet buru-buru mengambil kacang polongnya, dan bergegas meninggalkan kebun. saking terburu-burunya dia, sebutir kacang polong jatuh di rerumputan. si monyet menimbang-nimbang, membiarkan sebutir kacang yang jatuh, atau mencari dan menemukannya kembali. otaknya bekerja sangat keras, dia berfikir sangat susah menemukan makanan akhir-akhir ini. maka dia memutuskan untuk menemukan sebutir kacang yang terjatuh tadi. dia letakkan kacang polong diatas tanah, dan berbalik perlahan menyibak rerumputan yang lebat dan tinggi. si monyet enggan menyerah, dan mencari lebih teliti. tak jauh di belakangnya seekor induk ayam datang berpesta, segenggam kacang polong yang diletakkan si monyet di atas tanah, ludes dipatokinya.
sementara kesabaran monyet berujung manis, sebutir kacang polong dia temukan, bahagia sangat dia, berhati hati sebutir kacang itu dia letakkan di tangan, dan berbalik menuju tempat segenggam kacang polong yang ia letakkan tadi. sayang sekali, kacang-kacang itu sudah ludes, yang tersisa hanya serpih kecil dan bekas cakaran ayam.


si monyet menyesal telah memilih mencari yang hilang dan mengabaikan yang ada di genggaman. ^^

Rabu, 27 Maret 2013

Satu Pinta

berikan aku satu cinta, Tuhan..
satu cinta yang ku percaya mengaitku menujuMu..

berikan aku satu sayang, Tuhan..
satu sayang yang setia kugenggam hingga akhir hayatku..

berikan aku satu kasih, Tuhan..
satu kasih yang akan melahirkan banyak kasih dari rahimku..

aamiin..


Jumat, 25 Januari 2013

-Aku dan Tuhanku-



Tuhan, Kau lahirkan aku tak pernah kuminta
Dan aku tahu, sebelum aku Kau ciptakan
Berjuta tahun, tak berhingga lamanya
Engkau terus menerus mencipta berbagai ragam

Tuhan, pantaskah Engkau memberikan hidup sesingkat ini
Dari berjuta-juta tahun kemahakayaan-Mu
Setetes air dalam samudra tak bertepi
Alangkah kikirnya Engkau, dengan kemahakayaan-Mu

Dan Tuhanku, dalam hatikulah Engkau perkasa bersemayam
Bersyukur sepenuhnya akan kekayaan kemungkinan
Terus menerus limpah ruah Engkau curahkan
Meski kuinsyaf, kekecilan dekat dan kedaifanku
Di bawah kemahakuasaan-Mu, dalam kemahaluasan kerajaan-Mu
Dengan tenaga imajinasi Engkau limpahkan
Aku dapat mengikuti dan meniru permainan-Mu
Girang berkhayal dan mencipta berbagai ragam
Terpesona sendiri menikmati keindahan ciptaanku

Aahh, Tuhan
Dalam kepenuhan terliput kecerahan sinar cahaya-Mu
Menyerah kepada kebesaran dan kemuliaan kasih-mu
Aku, akan memakai kesanggupan dan kemungkinan
Sebanyak dan seluas itu Kau limpahkan kepadaku
Jauh mengatasi mahluk lain Kau cipatakan
Sebagai khalifah yang penuh menerima sinar cahaya-Mu
Dalam kemahaluasan kerajaan-Mu

Tak adalah pilihan, dari bersyukur dan bahagia, bekerja dan mencipta
Dengan kecerahan kesadaran dan kepenuhan jiwa
Tidak tanggung tidak alang kepalang
Ya Allah Ya Rabbi
Sekelumit hidup yang Engkau hadiahkan
dalam kebesaran dan kedalaman kasih-Mu, tiada berwatas
akan kukembangkan, semarak, semekar-mekarnya
sampai saat terakhir nafasku Kau relakan

Ketika Engkau memanggilku kembali kehadirat-Mu
Ke dalam kegaiban rahasia keabadian-Mu
Dimana aku menyerah tulus sepenuh hati
Kepada keagungan kekudusan-Mu,
Cahaya segala cahaya

Sutan Takdir Alisyahbana
Toya Bongkah
24 April 1989