Selasa, 30 Oktober 2012

Untuk Esok yang Lebih Baik




Bapak setengah tua, terbangun pagi-pagi, bergegas ke ladang. Menyiapkan lahan. Menanam jagung, kacang. Menyiang rumput. Merawat. Berharap panen segera tiba. Membawa buncah bahagia.

Ibu-ibu tua, pagi-pagi sekali menyudahi mimpi. Menyiapkan makanan untuk keluarga. Membawa sedikit bekal. Pergi ke sawah tetangga. Si tetangga memintanya menanam pagi hari ini. Penuh keringat Ia bekerja. Sepetak ini, sepetak itu, harus selesai sebelum waktu Dhuhur tiba.

Seorang anak muda, terbangun dari tidur saat matahari beranjak naik sepenggalah, terburu mengejar waktu. Dia harus sekolah. Mendapat tambahan bekal, untuk esok, lusa dan seterusnya, dan seterusnya.

Lelaki tua, sepagi buta mengayuh becak ke pangkalan dekat stasiun. Ikut berdesakan menunggu kereta tiba, penumpang datang, rejeki menyapa.

Seorang ibu tengah malam terbangun, membuat adonan. Menggoreng, mengukus makanan kecil-kecil. Saat mentari bersinar, Dia menjadi orang pertama yang berlenggang di jalanan, menjajakan makanan.

Mereka, contoh kecil dari harapan yang tidak pernah padam. Hari esok yang lebih baik, lusa yang disuguhi senyum mengembang. Esok, lapar segera tersusul kenyang. Esok, mimpi berbaur dengan kenyataan.

Mereka sadar Allah telah mengatur segala rizki makhluk-Nya di dunia ini, dan manusia harus berusaha sebaik-baiknya, sebijak-bijaknya.

Kita hidup dengan mereka, jika tidak bias membantunya, cukup dengan jangan menyusahkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar